Postingan Populer

Latest Post
Tampilkan postingan dengan label sejarah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label sejarah. Tampilkan semua postingan

Kamis, 18 Agustus 2022

SEJARAH PEMBENTUKAN RUKUN TETANGGA PALA3



SEJARAH
Pembentukan rukun tetangga Perumm Duta Asri Palem3
Pada Tanggal 13 Agustus 2013
Dikediaman Rumah Baak 
Ketua Rukun Tetangga Pertama di Isbatkatkan;
untuk Ketua Rukun Tetangga dari Blog A1 s/d Blog 23 
dipilih Bapak Arendi 
Untuk Ketua Rukun Tetangga dri Blok  ? s/d ?
di pilih ketua Rukun tetangga .........

Rabu, 03 Mei 2017

Geografis Kabupaten Tangerang

Letak Geografis Kabupaten Tangerang
Kabupaten Tangerang memiliki wilayah yang cukup luas, terdiri dari 29 kecamatan, 28 kelurahan dan 246 desa dengan luas mencapai 95.961 Ha atau 959,61 km². Wilayah administrasi Kabupaten Tangerang sendiri berbatasan dengan beberapa Kabupaten/Kota dan bentangan laut yang ada disekitarnya, yaitu:
Sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa
Sebelah timur berbatasan dengan Kota Tangerang Selatan, Kota Tangerang dan DKI Jakarta Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Bogor dan Lebak Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Serang dan Lebak.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) kecamatan dengan luas wilayah terbesar adalah Kecamatan Rajeg seluas 53,7 Km² atau 5,6% dari luas wilayah Kabupaten Tangerang, sedangkan wilayah terkecil adalah Kecamatan Sepatan dengan luas hanya 17,32 Km² atau 1,8%.


Sejarah Kabupaten Tangerang

Sejarah Kabupaten Tangerang
Dalam riwayat diceritakan, bahwa saat Kesultanan Banten terdesak oleh Agresi Militer Belanda pada pertengahan abad ke-16, diutuslah tiga maulana yang berpangkat Tumenggung untuk mem­buat perkampungan pertahanan di wilayah yang berbatasan dengan Batavia. Ketiga Tumenggung itu adalah, Tumenggung Aria Yudhanegara, Aria Wangsakara, dan Aria Jaya Santika. Mereka segera mem­bangun basis pertahanan dan pemerintahan di wilayah yang kini dikenal sebagai kawasan Tigaraksa.
Jika merunut kepada legenda rakyat dapat disimpulkan bahwa cikal-bakal Kabupaten Tangerang adalah Tigaraksa. Nama Tigaraksa itu sendiri berarti Tiang Tiga atau Tilu Tanglu, sebuah pemberian nama sebagai wujud penghormatan kepada tiga Tumenggung yang menjadi tiga pimpinan ketika itu. Seorang putra Sultan Ageng Tirtayasa dari Kesultanan Banten membangun tugu prasasti di bagian Barat Sungai Cisadane, saat ini diyakini berada di Kampung Gerendeng. Waktu itu, tugu yang dibangun Pangeran Soegri dinamakan sebagai Tangerang, yang dalam bahasa Sunda berarti tanda.
Prasasti yang tertera di tugu tersebut ditulis dalam huruf Arab ”gundul” berbahasa Jawa kuno yang berbunyi ”Bismillah pget Ingkang Gusti/Diningsun juput parenah kala Sabtu/Ping Gangsal Sapar Tahun Wau/Rengsena perang netek Nangaran/Bungas wetan Cipamugas kilen Cidurian/Sakabeh Angraksa Sitingsun Parahyang”. Yang berarti ”Dengan nama Allah Yang Maha Kuasa/Dari Kami mengambil kesempatan pada hari Sabtu/Tanggal 5 Sapar Tahun Wau/Sesudah perang kita memancangkan tugu/untuk mempertahankan batas Timur Cipamungas (Cisadane) dan Barat Cidurian/Semua menjaga tanah kaum Parahyang. Sebutan ”Tangeran” yang berarti ”tanda” itu lama-kelamaan berubah sebutan menjadi Tangerang sebagaimana yang dikenal sekarang ini.
Dikisahkan,bahwa kemudian pemerintahan ”Tiga Maulana”, ”Tiga Pimpinan” atau ”Tilu Tanglu” tersebut tumbang pada tahun 1684, seiring dengan dibuatnya perjanjian antara Pasukan Belanda dengan Kesultanan Banten pada 17 April 1684. Perjanjian tersebut memaksa seluruh wilayah Tangerang masuk ke kekuasaan Penjajah Belanda. Kemudian, Belanda membentuk pemerintahan kabupaten yang lepas dari Kesultanan Banten di bawah pimpinan seorang bupati.
Para bupati yang pernah memimpinan Kabupaten Tangerang di era pemerintahan Belanda pada periode tahun 1682-1809 adalah Kyai Aria Soetadilaga I-VII.
Setelah keturunan Aria Soetadilaga dinilai tidak mampu lagi memerintah Kabupaten Tangerang, Belanda mengahpus pemerintahan ini dan memindahkannya ke Batavia. Kemudian Belanda membuat kebijakan, sebagian tanah di Tangerang dijual kepada orang-orang kaya di Batavia, yang merekrut pemuda-pemuda Indonesia untuk membantu usaha pertahanannya, terutama sejak kekalahan armadanya di dekat Mid-Way dan Kepulauan Solomon.
Sejarah Kabupaten Tangerang
Kemudian pada tanggal 29 April 1943 dibentuklah beberapa organisasi militer, diantaranya yang terpenting ialah Keibodan (barisan bantu polisi) dan Seinendan (barisan pemuda). Disusul pemindahan kedudukan Pemerintahan Jakarta ke Tangerang dipimpin oleh Kentyo M. Atik Soeardi dengan pangkat Tihoo Nito Gyoosieken atas perintah Gubernur Djawa Madoera.
Seiring dengan status daerah Tangerang ditingkatkan menjadi Daerah Kabupaten, maka daerah Kabupaten Jakarta menjadi Daerah Khusus Ibu Kota.
Di wilayah Pulau Jawa pengelolaan pemerintahan didasarkan pada Undang-undang nomor 1 tahun 1942 yang dikeluarkan setelah Jepang berkuasa. Undang-undang ini menjadi landasan pelaksanaan tata Negara yang azas pemerintahannya militer.
Panglima Tentara Jepang, Letnan Jenderal Hitoshi Imamura, diserahi tugas untuk mem­bentuk pemerintahan militer di Jawa, yang kemudian diangkat sebagai gunseibu. Seiring dengan hal itu, pada bulan Agustus 1942 dikeluarkan Undang-undang nomor 27 dan 28 yang mengakhiri keberadaan gunseibu.
Berdasarkan Undang-undang nomor 27, struktur pemerintahan militer di Jawa dan Ma­dura terdiri atas Gunsyreikan (pemerintahan pusat) yang membawahi Syucokan (residen) dan dua Kotico (kepala daerah istimewa). Syucokan membawahi Syico (walikota) dan Kenco (bupati). Secara hirarkis, pejabat di bawah Kenco adalah Gunco (wedana), Sonco (camat) dan Kuco (kepala desa).
Pada tanggal 8 Desember 1942 bertepatan dengan peringatan Hari Pembangunan Asia Raya, pemerintah Jepang mengganti nama Batavia menjadi Jakarta.
Pada akhir 1943, jumlah kabupaten di Jawa Barat mengalami perubahan, dari 18 menjadi 19 kabupaten. Hal ini disebabkan, pemerintah Jepang telah mengubah status Tangerang dari kewedanaan menjadi kabupaten. Perubahan status ini didasarkan pada dua hal; pertama,
kota Jakarta ditetapkan sebagai Tokubetsusi (kota praja), dan kedua, pemerintah Kabupaten Jakarta dinilai tidak efektif membawahi Tangerang yang wilayahnya luas.
Atas dasar hal tersebut, Gunseikanbu mengeluarkan keputusan tanggal 9 November 1943 yang isinya: ”Menoeroet kepoetoesan Gunseikan tanggal 9 boelan 11 hoen syoowa 18 (2603) Osamu Sienaishi 1834 tentang pemindahan Djakarta Ken Yakusyo ke Tangerang, maka diper­makloemkan seperti di bawah ini: Pasal 1: Tangerang Ken Yakusyo bertempat di Kota Tangerang, Tangerang Son, Tangerang Gun, Tangerang Ken. Pasal 2: Nama Djakarta Ken diganti menjadi Tangerang Ken. Atoeran tambahan Oendang-Oendang ini dimulai diberlakukan tanggal27 boelan 12 tahoen Syouwa 18 (2603). Djakarta, tanggal 27 boelan 12 tahoen Syouwa 18 (2603). Djakarta Syuutyookan.
Sejalan dengan keluarnya surat keputusan tersebut, Atik Soeardi yang menjabat sebagai pembantu Wakil Kepala Gunseibu Jawa Barat, Raden Pandu Suradiningrat, diangkat menjadi Bupati Tangerang (1943-1944).
Semasa Bupati Kabupaten Tangerang dijabat, H. Tadjus Sobirin (1983-1988 dan 1988- 1993) bersama DPRD Kabupaten Tangerang pada masa itu, menetapkan hari jadi Kabupaten Tangerang tanggal 27 Desember 1943 (Peraturan Daerah Nomor 18 Tahun 1984 tanggal 25 Oktober 1984).
Seiring dengan pemekaran wilayah dengan terbentuknya pemerintah Kota Tangerang tanggal 27 Februari 1993 berdasarkan Undang-undang Nomor 2 Tahun 1993, maka pusat pemerintahan Kabupaten Tangerang pindah ke Tigaraksa. Pemindahan ibukota ke Tigaraksa dinilai strategis, karena menggugah kembali cita-cita dan semangat para pendiri untuk mewujudkan sebuah tatanan kehidupan masyarakat yang bebas dari belenggu penjajahan (kemiskinan, kebodohan dan ketertinggalan) menuju masyarakat yang mandiri, maju dan sejahtera.


Cek Status NIK e-KTP Anda Online Klik

Sumber Artikel :

Saran tentang untuk meningkatkan halaman ini. Silakan Kirim Komentar pada Kolom Komentar dibawah ini.
Kunjungi Juga; Mushola Nurul Iman

Jumat, 28 April 2017

SEJARAH, Republik Islam Pakistan

Republik Islam Pakistan
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Pakistan (Listeni/ˈpækᵻstæn/ atau Listeni/pɑːkiˈstɑːn/; bahasa Urdu: پاکِستان) (pengucapan bahasa Urdu: [paːkɪˈst̪aːn] ( simak)), secara resmi bernama Republik Islam Pakistan (bahasa Urdu: اسلامی جمہوریۂ پاکِستان) adalah sebuah negara di Asia Selatan. Negara ini memiliki garis pantai sepanjang 1,046-kilometer (650 mi) dengan Laut Arab dan Teluk Oman di bagian selatan, berbatasan dengan negara Afghanistan dan Iran di bagian barat, India di bagian timur dan Tiongkok di arah timur laut.[4] Tajikistan terletak sangat berdekatan dengan Pakistan, namun dibatasi oleh daratan sempit yang disebut Koridor Wakhan. Pakistan terletak secara strategis di antara daerah-daerah penting di Asia Selatan, Asia Tengah, dan Timur Tengah.[5]
Etimologi
Nama Pakistan berarti tanah yang murni dalam bahasa Urdu maupun bahasa Persia. Nama ini dicetuskan sebagai Pakstan oleh Choudhary Rahmat Ali, seorang tokoh gerakan Pakistan yang menerbitkan sebuah pamflet berjudul Now or Never.[6] Nama ini juga merupakan sebuah lakuran dari nama-nama etnis utama yang terdapat di Pakistan yaitu : Punjab, Afgan, KashmIr, Sindh, dan Baluchistan.
Sejarah
Dahulu, wilayah Pakistan saat ini merupakan situs dari kebudayaan kuno seperti budaya Neolitik, Mehrgarh dan Peradaban Lembah Sungai Indus. Dan merupakan bagian dari sejarah Veda, Persia, Indo-Yunani, peradaban Islam, dinasti Turki-Mongol dan kebudayaan Sikh melalui berbagai invasi. Sebagai akibatnya, tempat ini memiliki berbagai peninggalan berbagai dinasti seperti dinasti Persia, Khalifah Ummayah, kekaisaran Maurya, kekaisaran Mongol, kesultanan Mughal, kesultanan Sikh dan terakhir Imperialisme Inggris.
Kemerdekaan
Pakistan memperoleh kemerdekannya dari Imperialisme Inggris pada tahun 1947 setelah gerakan kemerdekaan yang dipimpin oleh Mohammad Ali Jinnah yang menginginkan negara merdeka dari bagian barat dan timur Kemaharajaan Britania Raya yang didominasi oleh Islam.[7]. Setelah mengadopsi konstitusi baru pada tahun 1956, Pakistan secara resmi menjadi negara Republik Islam.[8] Pada tahun 1971, sebuah perang sipil terjadi di negara bagian Pakistan Timur yang akhirnya membuat negara bagian tersebut berpisah menjadi negara baru bernama Bangladesh.[9]
Politik
Pakistan merupakan negara federal dengan sistem parlemen yang terdiri dari 4 provinsi dan 4 daerah federal. Dengan penduduk lebih dari 170 juta orang, Pakistan menjadi salah satu negara terpadat di dunia dan memiliki penduduk Muslim terbanyak di dunia setelah Indonesia.[10]. Pakistan juga merupakan negara yang memiliki multi-etnis dan memiliki variasi dari segi geografis. Pada masa setelah kemerdekaan, Pakistan mengalami ketidakstabilan dalam pemerintah dan konflik yang terus terjadi dengan negara tetangga terdekatnya, India. Negara ini memiliki berbagai tantangan dan masalah, seperti kemiskinan, buta aksara, korupsi serta serangan teroris.
Geografi
Geografi dan iklim Pakistan sangat beragam, dan merupakan rumah bagi aneka satwa. Pakistan memiliki area seluas 796.095 km2 (307.374 sq mi), kurang lebih sama dengan luas gabungan Perancis dan Inggris. Pakistan merupakan negara terbesar ke 36 di dunia. Pakistan memiliki garis pantai sepanjang 1.046 km (650 mil) sepanjang Laut Arab dan Teluk Oman dan perbatasan darat sepanjang 6.774 km (4.209 mil) secara total: 2430 km (1510 mil) dengan Afghanistan, 523 km ( 325 mil) dengan Tiongkok, 2.912 km (1.809 mil) dengan India dan 909 km (565 mil) dengan Iran. Dan memiliki perbatasan laut dengan Oman. Gunung K2, gunung tertinggi kedua di dunia setelah Gunung Everest merupakan gunung tertinggi di negara ini. Gunung yang memiliki tinggi 8611 meter ini terletak di pegunungan Karakoram yang terletak di utara Pakistan yang berbatasan dengan Tiongkok. Pakistan menempati lokasi geopolitik penting di persimpangan Asia Selatan, Timur Tengah dan Asia Tengah.
Demografi
Biro Sensus Amerika Serikat memperkirakan populasi Pakistan mencapai 199.085.847 (199.100.000) pada tahun 2015, yang setara dengan 2,57% dari populasi dunia. Pada tahun 2030, populasi Pakistan diperkirakan melebihi 200 juta jiwa. Dan pada tahun 2045, populasi diprediksi mencapai dua kali lipatnya.
Kelompok Etnik
Populasi Pakistan didominasi empat kelompok etnik yaitu Punjab, Pashtun, Sindh, dan Baloch. Suku bangsa terbesar di Pakistan adalah Punjab dengan jumlah 78 juta jiwa (45%). Pashtun adalah kelompok etnik terbesar kedua dengan jumlah 29.3 juta jiwa (15.42%). Sindh membentuk populasi 24.8 juta jiwa (14.1%). Menjadikannya kelompok etnik terbesar ketiga di Pakistan. Sementara Baloch tercatat berjumlah 6,3 juta (3,57%). Mereka tinggal di Provinsi Balochistan. Disana juga ada suku Hazara, Kalash, Burusho, Balti, dan Gilgit.
Agama
Mayoritas penduduk Pakistan beragama Islam dengan persentase 97% dari jumlah penduduk. Sebagian besar dari mereka beraliran Sunni sedangkan sisanya pengikut Syiah dan Ahmadiyyah. Pakistan juga merupakan negara islam terbesar ketiga di dunia setelah Indonesia dan India. Agama lain yang ada di Pakistan adalah Kristen, Hindu, Buddha, Jainisme, Zoroastrianisme, dan Baha'i.

Referensi
  1. ^ "Population Clock". census.gov.
  2. ^ a b c d "Pakistan". International Monetary Fund. Diakses tanggal 26 April 2015.
  3. ^ "Gini Index". World Bank. Diakses tanggal 2 Maret 2011.
  4. ^ Daerah Kashmir merupakan daerah yang disengketakan baik oleh Pakistan maupun India. Pemerintah Pakistan menganggap bagian Kashmir India sebagai daerah jajahan India.
  5. ^ Yasmeen (2007), p.3.
  6. ^ Choudhary Rahmat Ali (28 January 1933). "Now or never: Are we to live or perish for ever?". Columbia University. Diakses tanggal 4 December 2007.
  7. ^ Zabeeh, Zia-ur-Rahman. "Pakistan Movement". Cyber City Online. Diakses tanggal 8 July 2010.
  8. ^ "29 February 1956 - Pakistan becomes a republic". http://sify.com. 29 February 2008. Diakses tanggal 8 July 2010.
  9. ^ "Bangladesh Liberation War 1971". http://meltingpot.fortunecity.com: Ananda Publishers. 1990. Diakses tanggal 8 July 2010.[pranala nonaktif]
  10. ^ "Muslim Population—Statistics About the Muslim Population of the World". About.com. Diakses tanggal 27 July 2009.
Sumber; wikipedia.org

Cek Status NIK e-KTP Anda Online Klik

Sumber Artikel :

Saran tentang untuk meningkatkan halaman ini. Silakan Kirim Komentar pada Kolom Komentar dibawah ini.
Kunjungi Juga; Mushola Nurul Iman

Senin, 02 Januari 2017

Mengucapkan Selamat Tahun Baru

PROF. DR. H.HAMKA HAQ, MA
Mengucapkan Selamat Tahun Baru 2017 di Facebook

Alhamdulillah kita semua sudah berada di tahun 2017 Masehi. Semua bergembira menyambutnya menurut caranya masing-masing. Ada yang berdzikir di malam hari ada pula yang tiup trompet dan bakar petasan atau nonton konsert. Semua tidak keberatan menyambut dan memakai Kalender Masehi yang merupakan kalender resmi kaum Kristen. Hal ini menjadi bukti bahwa dalam peradaban dunia, umat manusia harus rela saling menerima, tanpa harus kehilangan identitas keimanan.
Mengenai pandangan syariat Islam tentang menyambut tahun baru Masehi ini, saya ingin mengutip kembali buku saya sendiri "ISLAM RAHMAH UNTUK BANGSA" terbit pertama kali 2008, edisi revisi hal. 210 sebagai berikut:
Perayaan Tahun Baru
Dalam kehidupan dan pergaulan sehari-hari, umat Islam pada umumnya mengenal dan mempergunakan dua macam penanggalan (kalender), yakni kalender Hijriyah dan kalender Miladiyah. Kalender Hijriyah yang berdasar pada perhitungan tahun qamariyah (lunar year) adalah dipakai terutama dalam urusan ibadah ritual, sementara kalender Miladiyah (Masihiyah) yang berdasar pada perhitungan tahun syamsiyah (solar year) sesuai dgn isyarat Surah Yunus:1, dipakai untuk urusan muamalah (duniawi). Dua macam kalender tersebut, sebenarnya telah dipakai oleh masyarakat dunia, berabad-abad bahkan ribuan tahun sebelum datangnya agama Islam, bahkan sebelum datangnya agama Yahudi dan Kristen.
Tahun syamsiyah, dikenal sebagai Tahun Romawi, karena telah dipakai dan dipopulerkan beribu tahun oleh bangsa Romawi, dengan segala bentuk perubahan dan inovasinya. Setelah sekian kali mengalami perubahan dan penyempurnaan, sistem penanggalan tersebut kemudian dikenal sebagai Kalender Julian (Julian Calender), yakni sejak Julius Caesar mengukuhkannya sebagai kalender resmi kekaisaran Romawi pada tahun 45 SM, dengan menetapkan bulan Januari sebagai awal tahun baru. Kalender Julian ini berlaku pula sekian lama secara umum di Eropa dan Afrika Utara sejak zaman Imperium Romawi hingga abad XVI M.
Nanti pada abad XVI, tepatnya tahun 1582 kalender Julian dimodifikasi lagi untuk ditetapkan sebagai kalender resmi di kalangan Kristen yang dikukuhkan oleh Paus Gregory XIII, yang karenanya lebih dikenal kemudian dengan nama Kalender Gregorian. Awalnya, kalender ini diberlakukan secara umum oleh kaum Katholik di Italia, Spanyol, Portugal, dan menyusul pula kemudian kaum Protestan. Sesudah itu, diberlakukan pula di Inggeris dan segenap wilayah koloninya, dan juga di Amerika, sejak tahun 1752. Namun, Gereja Ortodoks di Palestina, Mesir, Rusia, Makedonia, Serbia, Georgia, Ukraina dan sebahagian Yunani, masih tetap memakai kalender Julian secara penuh, sehingga sampai sekarang hari lahir Yesus Kristus, tanggal 25 Desember (berdasarkan kalender Julian), adalah bertepatan dengan tanggal 7 Januari kalender Gregorian.
Mengenai tanggal 1 Januari sebagai awal tahun, bangsa Romawi telah menetapkannya sejak tahun 153 SM (Sebelum Masehi), yang diikuti kemudian oleh Julius Caesar. Ketika Paus Gregory XIII mengadopsi kalender Julian menjadi kalender Kristen, maka ia pun tetap menjadikan 1 Januari sebagai awal tahun baru. Sebahagian kaum Kristen sebenarnya keberatan menjadikan tanggal 1 Janurai sebagai awal tahun, dan ingin menggantinya dengan tanggal 25 Desember, sebahagian lagi dengan tanggal 25 Maret. Bahkan pada mulanya tradisi Gereja Bizantine dan sejumlah aliran ortodoks memakai kalender peribadatan liturgi (liturgical Year) yang menetapkan tanggal 1 September sebagai awal tahun baru.
Terlepas dari itu semua, yang jelas bahwa kelender yang digunakan oleh kaum Kristen sekarang adalah kalender Romawi, bukan kalender yang murni lahir dari nubuwatan Kristiani, melainkan lahir dari peradaban Romawi. Karena itu, komunitas manusia di negeri mana pun dapat menerapkan kalender tersebut tanpa menghubugkannya dengan agama Kristen. Sebahagian besar umat Islam juga telah menggunakannya, tanpa harus dihantui benturan keyakinan antara Islam dan Kristen. Syariah Islam memberi peluang (menghalalkan) untuk menerapkannya dalam kepentingan kehidupan Muslim global. Karena itu, jika umat Islam merayakan 1 Januari sebagai tahun baru, dilihat dari sudut pandang syariah, itu adalah halal (sah-sah) saja. Hal ini sama sekali tidak berarti umat Islam turut dalam tradisi Kristen, melainkan turut bersama masyarakat internasional memakai kalender Romawi yang telah disepakati oleh masyarakat dunia sebagai sistem penanggalan dunia moderen.
Sumber ; PROF. DR. H. HAMKA HAQ, MA.

Cek Status NIK e-KTP Anda Online Klik

Sumber Artikel :

Saran tentang untuk meningkatkan halaman ini. Silakan Kirim Komentar pada Kolom Komentar dibawah ini.
Kunjungi Juga; Mushola Nurul Iman

Minggu, 01 Januari 2017

Peninggalan Sejarah Islam di Indonesia beserta Gambarnya

6. Peninggalan Sejarah Islam Di Indonesia -

Sejak agama dan kebudayaan Islam memasuki Indonesia, terjadilah proses Islamisasi terhadap masyarakat di nusantara. 
Bersamaan dengan proses Islamisasi itu, mulailah terjadi perubahan sosial budaya ke arah pembentukan budaya baru yang bernafaskan Islam. 
Seperti diketahui bahwa, sebelum kedatangan agama dan kebudayaan Islam, budaya Indonesia masih bercorak Hindu dan Budha, namun seiring dengan masuknya budaya Islam ke Indonesia, proses integrasi budaya Hindu - Budha dengan kebudayaan Islam pun menjadi tidak dapat dihindarkan. Peninggalan Sejarah Islam di Indonesia Perlu diketahui bahwa, dalam proses integrasi budaya tersebut, tidak terjadi ketegangan yang berarti meskipun ada 3 unsur agama dan kebudayaan yang saling berbeda di dalamnya. Hal ini disebabkan karena tokoh-tokoh Islam pada masa itu tidak bersikap memusuhi, dan justru bersifat saling merangkul. Adapun dalam proses integrasi tersebut, beberapa peninggalan sejarah dapat kita lihat sebagai buktinya hingga kini. Apa saja peninggalan sejarah Islam di Indonesia tersebut? Simak uraiannya berikut ini!
  1. Masjid Salah satu peninggalan sejarah Islam di Indonesia yang paling banyak ditemukan hingga kini adalah masjid. Seperti diketahui bahwa masjid merupakan tempat ibadah bagi umat Islam, sehingga wajar jika seni arsitektur Islam satu inilah yang paling mudah kita lihat keberadaannya saat ini.
  2. Pada tabel berikut, terdapat beberapa contoh masjid peninggalan sejarah Islam di Indonesia pada masa silam.
    No
    Nama Lokasi
    Peninggalan
    1  Masjid Agung Demark  Demark, Jateng  Abab 14 M
    2  Masjid Ternate  Ternate, Ambon  Abad 14 M
    3 Masjid Sunan Ampel  Surabaya, Jawa Timur  Abad 15 M
    4  Masjid Raya Baiturahman Banda Aceh  Banda Aceh, Di Aceh Abad 15 M
    5  Masjid Kudus Kudus, Jateng  Abad 15 M
    6  Masjid Banten Banten, Banten Abad 15 M
    7  Masjid Cirebon  Cirebon, Jawa Barat Abad 15 M
    8  Masjid Katangga  Katangga, Sulawesi Utara Abad 16 M

  3. Kaligrafi Selain masjid, peninggalan sejarah Islam di Indonesia yang masih dapat kita jumpai hingga kini adalah seni kaligrafi. Bagi Anda yang belum tahu, kaligrafi adalah suatu seni menulis huruf Arab dengan gaya dan susunan yang indah. Tulisan Arabnya sendiri umumnya diambil dari potongan surat atau ayat-ayat dalam Al Quran.
  4. Seni kaligrafi yang menjadi peninggalan sejarah Islam di Indonesia pada masa silam dapat kita temukan sebagai hiasan ukir atau tulis misalnya pada dinding masjid, gapura, atau pada batu nisan. Contoh beberapa seni kaligrafi pada batu nisan misalnya terdapat pada makam beberapa orang berikut ini.
    No. Makam dari Lokasi Peninggalan
    1
    Fatima binti Maimun Gresik, Jawa Timur Abad 13 M
    2 Ratu Nahrasiyah Samudra Pasai Abad 14 M
    3 Maulana Malik Ibrahim Gresik, Jawa Timur Abad 15 M
    4 Sunan Giri  Gresik, Jawa Timur Abad 15 M
    5 Sunan Gunung Jati Cirebon, Jawa Barat Abad 15 M
    6 Sunan Kudus dan Sunan Muria Kudus, Jawa Tengah Abad 15 M
    7  Sunan Kalijaga Demak, Jawa Tengah Abad 15 M
    8 Makam raja-raja Banten  Imogiri Abad 16 M

  5. Keraton atau Istana Keraton atau istana yang merupakan tempat tinggal bagi raja dan keluarganya sebetulnya telah ada sejak jaman pengaruh kebudayaan Hindu dan Budha.  Hanya saja, setelah Islam masuk, arsitektur keraton menjadi lebih banyak dipengaruhi oleh gaya arsitektur Timur Tengah. Beberapa keraton peninggalan sejarah Islam di Indonesia tersebut yang hingga kini masih terawat misalnya Istana Kesultanan Ternate, Istana Kesultanan Tidore, Keraton Kasepuhan, Keraton Kanoman, Keraton Kesultanan Aceh, Istana Sorusuan, Istana Raja Gowa Keraton Kasultanan, dan Keraton Pakualaman.
  6. Kitab dan Kesusastraan Peninggalan sejarah Islam di Indonesia bukan hanya dapat ditemukan dalam bentuk seni dan gaya arsitektur. Kesusatraan juga berkembang cukup pesat setelah masuknya pengaruh agama Islam di Indonesia. Kesusastraan tersebut tertuang dalam bentuk suluk, hikayat, babad, dan syair. Beberapa peninggalan kesusastraan Islam di Indonesia antara lain syair Perahu karya Hamzah Fansuri, syair Si Burung Pingai, syair Abdul Muluk, syair gurindam dua belas karya Ali Haji, hikayat nabi-nabi, hikayat sultan-sultan Aceh, dan hikayat penjelasan penciptaan langit dan bumi.
  7. Pesantren Sejak masuknya Islam di Indonesia, pesantren telah menjadi lembaga pendidikan agama yang telah melahirkan banyak mubaligh. Pesantren dianggap sebagai salah satu peninggalan sejarah Islam di Indonesia karena dianggap turut berperan serta dalam kemajuan syiar Islam Nusantara.
  8. Pesantren di Indonesia pertama kali dibangun pada masa kekuasaan Prabu Kertawijaya dari Majapahit. Pesantren yang didirikan di daerah Jawa oleh Sunan Ampel ini kemudian melahirkan banyak orang-orang terpelajar. Para santri diajari tentang banyak hal seperti bahasa Arab, pendalaman Al Quran, kitab Kuning, tauhid, fiqih, akhlak, dan tasawuf.
    Beberapa pesantren besar yang ada di Indonesia antara lain Pesantren Lasem di Rembang, Pesantren Tebuireng di Jombang, Pesantren Asembagus di Situbondo, Pesantren Lirboyo di Kediri, Al-Kautsar Medan, dan Pesantren As-Shiddiqiyyah di Jakarta.

  9. Tradisi Beberapa tradisi yang hingga kini masih digunakan sebagian masyarakat Islam seperti ziarah, sedekah, atau upacara adat Jawa sekaten juga merupakan bukti peninggalan sejarah Islam di Indonesia yang tak bisa dilupakan begitu saja. Tradisi-tradisi tersebut lahir karena pengaruh Islam yang berakulturasi dengan kebudayaan lokal masyarakat saat itu.
Nah, itulah beberapa peninggalan sejarah Islam di Indonesia yang masih dapat kita temukan hingga saat ini. Adanya peninggalan-peninggalan sejarah tersebut membuktikan bahwa hadirnya Islam di nusantara bukan hanya mempengaruhi kepercayaan dan agama masyarakat, melainkan juga seluruh aspek kehidupan.
Semoga bermanfaat.

Cek Status NIK e-KTP Anda Online Klik

Sumber Artikel :

Saran tentang untuk meningkatkan halaman ini. Silakan Kirim Komentar pada Kolom Komentar dibawah ini.
Kunjungi Juga; Mushola Nurul Iman

Sabtu, 31 Desember 2016

Asal Usul Candi Borobudur yang Sengaja DISEMBUNYIKAN!!

Tak banyak dari kita yang tahu bagaimana sebetulnya asal usul Candi Borobudur yang hingga saat ini bangunannya bisa kita lihat dan kita sentuh sesuka hati kapanpun. 
Ya, jarang memang dari kita ini yang mau peduli dengan sejarah. Bagaimana ia sebetulnya mulai terbentuk, apa alasan pembangunan candi megah itu, sejak kapan Candi Borobudur dibangun, hingga kisah-kisah lain yang terkait dengan berdiri kokohnya candi Budha yang satu ini di tanah Jawa, kita semua tak tahu. 
Nah, menyadari hal itu, saya kemudian berpikir untuk menuliskan rahasia asal usul Candi Borobudur yang belum banyak diketahui orang khusus bagi Anda yang memang benar-benar ingin mengetahuinya. 
Beruntunglah Anda telah memperoleh pemahaman gratis dari blog Kisah Asal Usul ini. Silakan disimak!
Perkiraan Asal-Usul Didirikannya Borobudur
Hasil perkiraan para ahli sejawan menyebut bahwa Candi Borobudur didirikan di sekitar tahun 800 Masehi. 
Perkiraan ini didasari oleh penemuan adanya suatu tulisan singkat yang dipahatkan pada pigura asli relief kaki candi (Karwa Wibhangga). 
Tulisan ini menggunakan huruf pallawa yang diidentifikasi merupakan huruf yang digunakan di abad ke 8 Masehi. 
Perkiraan ini semakin kuat dengan ditemukannya kecocokan bukti yang terkait dengan kerangka sejarah Indonesia secara umum.
Abad ke 8 Masehi memang diketahui merupakan abad kejayaan Wangsa Syailendra yang merupakan Wangsa kerajaan Budha. 
Banyak ditemukan candi-candi kecil yang ditemukan di kaki dan lereng gunung yang mengitari Candi Borobudur yang diidentifikasi merupakan peninggalan wangsa Syailendra yang merupakan wangsa penganut agama Budha Mahayana. 
Nah, berdasar bukti-bukti tersebut, ditariklah kesimpulan bahwa asal usul Candi Borobudur adalah dibangun oleh Wangsa Syailendra pada Abad ke 800 masehi.
Tahap Pembangunan Borobudur
Dari bukti sejarah yang berupa identifikasi serat dan corak batuan yang digunakan dalam pembangunan Candi Borobudur, serta beberapa prasasti pada sekitar abad pembangunannya, di perkirakan bahwa asal usul Candi Borobudur dibangun oleh Wangsa Syailendra dalam waktu 50 tahun. Pembangunan tersebut dilakukan dengan beberapa tahapan yang antara lain:
  1. Tahap Pertama; Pembangunan tata susun bertingkat dengan rancangan membentuk piramida berundak. Akan tetapi analisis karbon menunjukan jika susunan tersebut kemudian di bongkar untuk disusun ulang, mungkin karena kesalahan rancangan sehingga tahap ini belum bisa dikatakan asal usul Candi Borobudur.
  2. Tahap kedua; Pada tahap kedua, pondasi Candi Borobudur diperlebar. Pondasi ini ditambah dengan dua buah undak persegi dan satu buah undak lingkaran. Undak ini kemudian langsung diberi stupa induk besar.
  3. Tahap ketiga; Undak di atas lingkaran yang dilengkapi dengan stupa induk besar hasil pekerjaan tahap kedua dibongkar dan digantikan dengan tiga buah undak lingkaran. Beberapa stupa dipasang pada puncak undak-undak ini, di mana salah satunya merupakan stupa dengan ukuran besar (di bagian tengah).
  4. Tahap keempat; Diperkirakan ada perubahan kecil berupa pembuatan relief, penambahan tangga, dan penggunaan lengkung di atas pintu masuk.
Asal-Usul Penemuan Candi Borobudur
Setelah Candi Borobudur selesai dibangun, beberapa prasasti menyebut jika Candi ini kemudian digunakan oleh orang-orang agama Budha masa itu sebagai tempat ibadah dan ziarah. Penggunaan candi ini hanya berlangsung dalam waktu singkat, yakni sekitar 150 tahun. Singkatnya penggunaan candi ini memang tak sesuai dengan lama proses pembangunannya. Hal ini diketahui dapat terjadi karena adanya migrasi besar-besaran orang-orang Budha di sekitar Candi karena keruntuhan Wangsa Syailendra. Mereka terdesak oleh keberadaan orang-orang hindu yang secara kuantitas memang lebih banyak.
Dengan semakin sedikitnya para penganut Budha di sekitar wilayah tersebut (Magelang saat ini), Candi Borobudur kemudian tidak digunakan lagi. Ia tidak terawat dan sebagian dirusak oleh orang-orang yang belum berpikir pentingnya peninggalan sejarah itu di masa depan. Karena tak lagi terurus, Borobudur pun kemudian semakin rusak oleh alam. Waktu terbengkalainya yang cukup lama membuat Candi megah ini ditumbuhi pepohonan besar, tertimbun oleh abu letusan gunung yang ada di sekitarnya, dan tertutup hilang terpendam di dalam tanah.
Penemuan Kembali Candi Borobudur
Borobudur tertimbun tanah. Siapapun orang-orang di sana tak pernah tahu jika dibawah kaki mereka ada sebuah Candi besar peninggalan kebudayaan nenek moyang terdahulu. Namun keadaan berubah setelah sekitar tahun 1814 Masehi, Sir Thomas Stamford Rafless menemukan puing-puing batuan berusia tua dalam jumlah banyak di sekitar wilayah tersebut.
Sir Thomas Stamford Rafles adalah Gubernur Jendral Inggris yang memimpin Indonesia pada masa peralihan penjajahan dari Belanda ke Inggris tahun 1811 M –1816 M. Ia dianggap sebagai orang pertama yang menguak asal usul Candi Borobudur yang awalnya tertimbun tanah.
Ia memerintahkan anak buahnya untuk membongkar tanah di sekitar tempatnya menemukan batu-batuan tua itu. Dan benar saja, sebuah tumpukan batu-batu besar menjulang membentuk sebuah piramida raksasa. Rafless kemudian memerintahkan anak buahnya itu untuk meneruskan pekerjaannya, akan tetapi karena kesibukan perang pekerjaan ini akhirnya terbengkalai.
Pada tahun 1835 Masehi, Hartman, Gubernur Jendral Belanda melanjutkan proses pengangkatan Candi Borobudur yang ditinggalkan oleh Rafless selepas Inggris mengalami kekalahan perang dalam memperbutkan daerah jajahannya yaitu Indonesia. Hartman mengerahkan banyak pekerja untuk membongkar dan menghilangkan semua penghalan yang menutupi tumpukan batu-batu ini. Ia memang sangat tertarik pada candi yang ditemukannya tersebut dan mengusahakan pembersihan menyeluruh dari puing-pung yang mengotori candi ini.
Pemugaran Candi Borobudur yang Pertama Kali
Kendati sudah dibersihkan dari segala macam puing, tanah, dan kayu-kayu besar yang menutupinya. Candi Borobudur belumlah berbentuk secara sempurna. Banyak bagian yang gompel, hilang, dan rusak karena ditelan zaman. Menyadari hal ini, pada tahun 1907-1911 Masehi, di bawah pimpinan Van Erf, Belanda mulai melakukan pemugaran terhadap candi yang memang terlihat belum sempurna. Pemugaran ini masih dilakukan dengan teknologi konvensional, sehingga reliefnya belum juga terbentuk seperti aslinya. Pemugaran Candi Borobudur ini hanya dilakukan sebatas untuk menghindari kerusakan-kerusakan lebih lanjut dengan memindahkan batuan-batuan yang rentan runtuh dari asal usul Candi Borobudur yang awalnya tak terurus. Kendati demikian, Erf sudah berjasa bagi Bangsa Indonesia karena ia telah menyelamatkan peninggalan nenek moyang bangsa Indonesia itu dari kerusakan yang lebih parah.
Pemugaran Candi Borobudur Tahap Berikutnya
Disibukan oleh kekacauan politik, militer, ekonomi sejak berlangsungnya perang dunia pertama, beberapa pemerintah yang sempat berkuasa di Indonesia mulai dari pemerintah Jajahan Belanda, Pemerintah Jajahan Jepang, dan Pemerintah Republik Indonesia menjadi tak lagi peduli dengan peninggalan sejarah yang memiliki nilai histori ini. Candi Borobudur dibiarkan begitu saja tanpa perawatan, terbengkalai, dan tak dipedulikan.
Seiring berjalannya waktu, saat kondisi negara mulai membaik, pada tanggal 10 Agustus 1973 pemugaran lanjut kemudian dilakukan di masa kepemimpinan Presiden Soeharto. Bukti pemugaran ini berupa prasasti seberat 20 ton yang sengaja dibuat dan diletakan di sebelah Barat Laut Candi menghadap ke Timur. Uniknya, pemugaran Candi Borobudur yang berada di bawah pimpinan Dr. Soekmono ini dilakukan oleh sekitar 600 pekerja yang kebanyakan di antaranya merupakan tenaga-tenaga muda lulusan SMA dan STM bangunan yang sebelumnya sudah diberikan pendidikan dan keterampilan khususnya tentang bidang Chemika Arkeologi (CA) dan Teknologi Arkeologi (TA). Mereka adalah asli putra dan putri bangsa Indonesia sendiri, tak ada satu pun di antaranya tenaga ahli dari luar negeri.
Beberapa bagian yang dipugar dari Candi Borobudur pada masa itu antara lain Rapadhatu (tempat tingkat di bagian bawah yang berbentuk persegi), kaki candi, Teras 1, Teras 2, Teras 3, dan Stupa Induk. Dengan banyaknya bagian yang dipugar ini, waktu yang dibutuhkan untuk proses pengerjaannya adalah sekitar 10 tahun. Ya, pemugaran selesai dilakukan pada 23 Februari 1983.
Candi Borobudur Saat Ini
Candi Borobudur saat ini setiap tahunnya dikunjungi oleh lebih dari 3,5 juta wisatawan baik lokal maupun mancanegara (Data Tahun 2013). Perihal asal usul Candi Borobudur, di salah satu bagian candi juga dijelaskan secara singkat. Anda bisa menikmati keindahan yang tersaji dari bangunan bersejarah tersebut, di mana gunung-gunung yang mengitari bangunan peninggalan Dinasti Syailendra ini tentu membuat pengalaman tersendiri. Tunggu apa lagi, segeralah beranjak untuk pergi ke Magelang, buktikan kebenaran asal usul Candi Borobudur yang Anda peroleh dari artikel ini. Salam.
Sumber: kisahasalusul.blogspot.com

Cek Status NIK e-KTP Anda Online Klik

Sumber Artikel :

Saran tentang untuk meningkatkan halaman ini. Silakan Kirim Komentar pada Kolom Komentar dibawah ini.
Kunjungi Juga; Mushola Nurul Iman

Asal-Usul Bangsa Indonesia dan Penyebarannya

Asal-Usul Nenek Moyang Bangsa Indonesia dan Penyebarannya
Asal usul nenek moyang bangsa Indonesia merupakan salah satu bagian unik yang tidak bisa terlepaskan dari keberadaan kita di nusantara ini. Kita sebagai manusia yang berbudi, sepatutnya tak melupakan sejarah dari mana asal mula dan sebab musababnya hingga kita berada di sini, di Indonesia. Nenek moyang yang merupakan cikal bakal keberadaan kita saat ini tentu harus kita kenali, meski hanya dari sekedar pengetahuan. Nah, berikut ini kami telah mengupas secara tuntas seputar peta persebaran asal usul nenek moyang bangsa Indonesia berdasarkan pendapat terkuat dari para ahli sejarah yang telah melakukan penelitian mendalam untuk menguak rahasia besar ini. Silakan disimak.
Asal Usul Nenek Moyang Bangsa Indonesia
Banyak pendapat yang bermunculan terkait dengan dari mana sejatinya asal usul nenek moyang bangsa Indonesia. Para ahli sejarah saling mengeluarkan argumenya disertai dalih pembenaran dari dugaannya masing-masing. Kendati begitu banyak pendapat tersebut, ada satu pendapat yang nampaknya memiliki bukit dan dasar pemikiran paling kuat. Dan pendapat tersebut berasa dari seorang sejarahwan asal Belanda, yaitu Von Heine Geldern.
Migrasi Besar-besaran ke Austronesia
Berdasarkan penelitiannya Von Heine Geldern berargumen jika asal usul nenek moyang bangsa Indonesia berasal dari Asia Tengah. Diterangkan olehnya bahwa semenjak tahun 2.000 SM sampai dengan tahun 500 SM (dari zaman batu Neolithikum hingga zaman Perunggu) telah terjadi migrasi penduduk purba dari wilayah Yunan (China Selatan) ke daerah-daerah di Asia bagian Selatan termasuk daerah kepulauan Indonesia.
Perpindahan ini terjadi secara besar-besaran diperkirakan karena adanya suatu bencana alam hebat atau adanya perang antar suku bangsa.

Daerah kepulauan di Asia bagian selatan ini oleh Geldern dinamai dengan sebutan Austronesia yang berarti pulau selatan (Austro = Selatan, Nesos = Pulau). Austronesia sendiri mencakup wilayah yang amat luas, meliputi pulau-pulau di Malagasi atau Madagaskar (sebelah Selatan) hingga Pulau Paskah(sebelah Timur), dan dari Taiwan (sebelah Utara) hingga Selandia Baru (sebelah Selatan).

Pendapat Von Heine Geldern ini dilatarbelakangi oleh penemuan banyak peralatan manusia purba masa lampau yang berupa batu beliung berbentuk persegi di seluruh wilayah Indonesia meliputi Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi. Peralatan manusia purba ini sama persis dengan peralatan manusia purba di wilayah Asia lainnya seperti Myanmar, Vietnam, Malaysia, dan Kamboja terutama di sekitar wilayah Yunan.

Pendapat Von Heine Geldern juga didukung oleh hasil penelitian Dr. H. Kern di tahun 1899 yang membahas seputar 113 bahasa daerah di Indonesia. Dari penelitian itu Dr. H. Kern menyimpulkan bahwa ke semua bahasa daerah tersebut awalnya bersumber pada satu rumpun bahasa, rumpun bahasa yang dinamai bahasa Austronesia.

Migrasi manusia purba dari daratan Yunan menurut Geldern bukan hanya terjadi satu kali. Ia menyebut gelombang migrasi terjadi juga di tahun 400 – 300 SM (zaman Perunggu). Orang-orang purba yang bermigrasi tersebut membawa bentuk-bentuk kebudayaan Perunggu seperti kapak sepatu dan nekara yang berasal dari dataran Dong Son.

Menyeberangi Lautan Dengan Perahu Bercadik
Setelah diketahui jika asal usul nenek moyang bangsa Indonesia adalah dari daratan Yunan, kini saatnya kita membahas bagaimana nenek moyang kita tadi bisa sampai di kepulauan Indonesia.
Ya, berdasarkan bukti sejarah, diketahui bahwa untuk menyeberangi lautan dari daratan Asia Tenggara seperti Malaysia dan sekitarnya, nenek moyang kita menggunakan alat transportasi berupa perahu bercadik. Perahu bercadik sendiri adalah perahun yang memiliki tangkai kayu di kedua sisinya sebagai alat penyeimbang. Untuk ilustrasi perahu bercadiknya sendiri, Anda dapat melihat pada gambar di bawah ini.

Dengan bermodalkan perahu bercadik itu, nenek moyang kita mengarungi lautan yang luas untuk sampai ke kepulauan Indonesia dan pulau-pulau lain di Austronesia. Mereka berlayar berkelompok tanpa kenal rasa takut dengan hantaman badai dan ombak yang bisa datang kapan saja. Hal ini tentu membuktikan jika nenek moyang bangsa Indonesia adalah para pemberani dan merupakan pelaut-pelaut berjiwa ksatria. Dan dengan perjalanan penuh rintangan itu, akhirnya nenek moyang kita sampai ke beberapa pulau di Indonesia. Mereka pun secara langsung memperoleh sebutan Melayu Indonesia.

Pembagian Bangsa Melayu Indonesia
Pembagian Bangsa Melayu Indonesia Sebutan Melayu Indonesia bagi orang-orang Austronesia secara umum berlaku untuk semua dari mereka yang menetap di wilayah Nusantara. Akan tetapi, berdasarkan waktu kedatangan, serta daerah yang pertama kali ditempati Bangsa Melayu Indonesia ini dapat dibedakan menjadi 3 sub bangsa yang antara lain bangsa proto melayu, bangsa deutro melayu, dan bangsa primitif. Berikut penjelasan dari masing-masing sub bangsa tersebut:
  1. Bangsa Proto Melayu (Melayu Tua)
  2. Bangsa proto melayu atau Melayu Tua adalah nenek moyang bangsa Indonesia yang merupakan orang-orang Austronesia yang pertama kali datang ke nusantara pada gelombang pertama (sekitar tahun 1500 SM). 
    Bangsa porto melayu memasuki wilayah Indonesia melalui dua jalur, yaitu (1) Jalur Barat melalui Malaysia–Sumatera dan (2) Jalur Utara atau Timur melalui Philipina–Sulawesi. 
    Bangsa Melayu Tua ini dianggap memiliki kebudayaan yang lebih maju dibandingkan manusia purba umumnya pada masa itu. 
    Ini dibuktikan dengan penemuan bukti kebudayaan neolithikum telah berlaku dengan hampir semua peralatan mereka terbuat dari batu yang sudah dihaluskan. 
    Hasil kebudayaan zaman neolithikum dari orang-orang Austronesia yang terkenal yaitu kapak persegi. 
     Kapak persegi sendiri banyak ditemukan di wilayah Indonesia Barat yang meliputi Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan Bali, dan Sulawesi Utara. 
    Dan perlu diketahui bahwa suku bangsa Indonesia saat ini yang termasuk keturunan Proto Melayu ialah suku Dayak dan Toraja.
  3. Bangsa Deutero Melayu (Melayu Muda)
  4. Bangsa Deutro Melayu atau bangsa melayu muda adalah nenek moyang bangsa Indonesia yang merupakan orang-orang austronesia yang datang ke nusantara pada gelombang kedatangan kedua, yakni pada kurun waktu 400-300 SM. 
    Bangsa melayu muda (Deutero Melayu) berhasil melakukan asimilsasi dengan para pendahulunya yang tak lain adalah bangsa melayu tua (proto melayu).
    Berdasarkan bukti-bukti sejarah yang ditemukan, diketahui bahwa Bangsa Deutero Melayu masuk ke wilayah nusantara melalui jalur Barat, di mana rute yang mereka tempuh dari Yunan (Teluk Tonkin), Vietnam, Malaysia, hingga akhirnya tiba di Nusantara. Bangsa Melayu Tua juga dianggap mempunyai kebudayaan yang jauh lebih maju dibandingkan pendahulunya, bangsa Proto Melayu. 
    Mereka sudah berhasil membuat barang-barang dari perunggu dan besi, di ana beberapa diantaranya antara lain kapak serpatu, kapak corong, dan nekara, serta menhir, dolmen, sarkopagus, kubur batu, dan punden berundak-undak. 
    Suku bangsa Indonesia saat ini yang termasuk keturunan bangsa Melayu muda adalah suku Jawa, Melayu, dan Bugis.
  5. Bangsa Primitif
  6. Sebetulnya, sebelum kelompok bangsa Austronesia masuk ke wilayah Nusantara, sudah ada beberapa kelompok manusia purba yang sudah lebih daulu menempati wilayah tersebut. Mereka adalah bangsa-bangsa primitif dengan budaya yang sangat sederhana. Mereka di antaranya adalah manusia pleistosin, suku wedoid, dan suku negroid.
  1. Manusia Pleistosin;
Kehidupan manusia purba ini selalu berpindah tempat dengan kemampuan yang sangat terbatas. Demikian juga dengan kebudayaannnya sehingga corak kehidupan manusia purba ini tidak dapat diikuti lagi, kecuali beberapa aspek saja.


  • Suku Wedoid;

  • Sisa-sisa suku Wedoid hingga kini masih ada dan dapat kita temukan. Mereka hidup meramu dan mengumpulkan makanan dari hasil hutan dan memiliki kebudayaan yang sangat sederhana. Suku Sakai di Siak dan suku Kubu di perbatasan Jambi dan Palembang adalah dua contoh peninggalan Suku Wedoid di masa kini.


  • Suku Negroid;

  • Di Indonesia sudah tidak terdapat lagi sisa-sisa kehidupan suku negroid. Namun, di pedalaman Malaysia dan Philipina, keturunan suku ini rupanya masih ada Suku Semang di Semenanjung Malaysia dan Suku Negrito di Philipina merupakan bukti nyatanya.
    Nah, itulah artikel tentang asal usul nenek moyang Indonesia yang kami berhasil rangkum dari beberapa sumber. Sebagai kesimpulan kami telah mengambil poin-poin penting dari pembahasan ini yang antara lain:
    1. Asal usul nenek moyang bangsa Indonesia adalah bangsa dari daratan Yunan di China Selatan.
    2. Nenek moyang bangsa Indonesia dan nenek moyang bangsa lainnya di asia selatan berasal dari satu sumber yaitu bangsa Austronesia.
    3. Kedatangan nenek moyang bangsa Indonesia dari daratan Yuan terbagi menjadi 2 gelombang, yaitu gelombang pertama atau proto Melayu yang datang pada zaman batu tua (Neolitikum) dan gelombang kedua atau Deutro Melayu yang datang pada zaman perunggu.
    4. Terdapat beberapa kelompok manusia yang sudah menempati wilayah Indonesia jauh sebelum kedatangan bangsa Austronesia. Beberapa bangsa tersebut antara lain Manusia Pleistosin, Suku Wedoid, dan Suku Negroid.
    Ketiga suku tersebut juga merupakan bagian dari asal usul nenek moyang bangsa Indonesia yang tak bisa disisihkan.

    Cek Status NIK e-KTP Anda Online Klik

    Sumber Artikel :

    Saran tentang untuk meningkatkan halaman ini. Silakan Kirim Komentar pada Kolom Komentar dibawah ini.
    Kunjungi Juga; Mushola Nurul Iman

    Selasa, 13 Desember 2016

    Biografi Salafush Sholeh Abdurrohman bin Auf

    ABDURROHMAN bin AUFرضي الله عنه

    Saudagar Sholih yang Dermawan
    Ustadz Abu Faiz Sholahuddin bin Mudasim حفظه الله
    NAMA DAN KISAH BELIAU

    Beliau adalah salah satu kibar ash-shohabah (pembesar sahabat) dan sahabat yang diberi kabar gembira dengan surga, serta termasuk sahabat pertama yang masuk Islam.
    Beliau bernama Abu Muhammad Abdurrohman bin Auf bin Abdi Auf bin Abd bin al-Harits bin Zahroh bin Kilab bin Murroh, Di masa jahiliah beliau dipanggil Abdu Amri atau Abdul Ka'bah.
    Kemudian setelah keislamannya, Rosululloh صلى الله عليه وسلم mengganti nama beliau menjadi Abdurrohman.
    Dan dialah Abdurrohman bin Auf رضي الله عنه yang akan menorehkan dengan tinta emas sejarah kejayaan Islam di periode pertama umat ini.
    Beliau telah meneguhkan hati dan menjadikan Islam sebagai agama terakhirnya sebelum Rosululloh صلى الله عليه وسلم berkumpul dengan para sahabatnya di Darul Arqom tepatnya dua hari setelah sahabat mulianya Abu Bakar ash-Shiddiq رضي الله عنه mengikrarkan keislamannya.
    Hingga beliau pun mendapatkan bagian seperti apa yang dirasakan oleh sebagian sahabat lemah di awal-awal Islam, bahkan terpaksa harus berlari menyelamatkan agamanya ke negeri Habasyah sebagaimana sahabat-sahabatnya pun berlari.
    Beliau tetap bersabar di jalan hidayah, sebagaimana kawan-kawan setianya. Mereka tetap bersabar melintasi rintangan dan halangan.
    Mereka yakin bahwa setiap onak dan duri yang mereka temui tersebut tidak lain adalah yang menjadi saksi akan ketinggian derajat mereka kelak di sisi Robbnya.
    Dan tatkala Rosululloh صلى الله عليه وسلم telah memberi izin para sahabatnya untuk berhijrah ke Madinah maka beliau adalah salah satu sahabat yang terdepan dalam menjalankan kebaikan.
    Sesampainya di Madinah Rosululloh صلى الله عليه وسلم mempersaudarakan antara sahabat Muhajirin dan Anshor, maka Rosululloh صلى الله عليه وسلم mempersaudarakan Abdurrohman bin Auf رضي الله عنه dengan salah seorang muslim Anshor, Sa'ad bin Robi' رضي الله عنه.
    Sa'ad berkata kepada Abdurrohman, "Wahai Saudaraku, sesungguhnya aku adalah di antara penduduk Madinah yang terkaya, aku memiliki dua kebun dan dua istri.
    Lihatlah salah satu dari dua kebun itu yang terbaik hingga akan aku berikan kepadamu dan lihatlah salah satu istriku yang engkau suka maka aku akan ceraikan ia, lalu engkau bisa menikahinya."
    Namun, Abdurrohman bin Auf menjawab tawaran baik saudaranya, "Tidak, semoga Alloh memberkahimu, harta, dan juga keluargamu. Tetapi, tunjukkan saja aku dimana letak pasar kalian."
    Lalu ditunjukkan kepada beliau, kemudian beliau bekerja dan berdagang sehingga dapat mengais rezeki Alloh yang melimpah.
    Tidak berselang lama, Abdurrohman bin Auf telah meminang seorang wanita Anshor lalu menikahinya, kemudian beliau datang menemui Rosululloh صلى الله عليه وسلم dengan wangi-wangian khas pengantin.
    Maka Rosululloh bertanya keheranan, "Ada apa ini?" Abdurrohman رضي الله عنه menjawab "Aku baru saja menikahi wanita Anshor."
    Rasululloh صلى الله عليه وسلم bertanya lagi, "Berapa besar engkau berikan maharnya?" Ia menjawab, "Seukuran satu nawat1 emas."
    Lalu terucaplah dari bibir Rosululloh صلى الله عليه وسلم sebuah sunnah bagi umat ini di hari yang paling bahagia, yang sunnah itu akan tetap hingga hari kiamat, "Adakanlah walimah sekalipun hanya dengan seekor kambing."2

    1. Satu nawat sama dengan 5 dirham, yaitu sekitar 15 gram perak murni, tepatnya 14,875 gram perak murni.
    2. Lihat HR. al-Bukhori: 1944.
    @ Copyright 1438 H/ 2016 M
    Untuk Umat Muslim
    Sumber: Majalah Al-Furqon No.115 Ed 12 Th. Ke-10_1432 H
    Dasalin dari WWW.IBNUMAJJAH.COM

    Lihat Juga; KEDERMAWANAN BELIAU
    Sumber Artikel : IBNUMAJJAH.COM

    Saran Saudara tentang untuk meningkatkan halaman ini.

    Translate

    Pengunjung

    Flag Counter
     
    Support : Blog author | Rachmat.M,MA | Duta Asri Palem 3
    Copyright © 2013. Perum Duta Asri Palem3 - All Rights Reserved
    Template Created by Creating Website Published by Mas Template
    Proudly powered by Blogger