Postingan Populer

Latest Post
Tampilkan postingan dengan label hukum. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label hukum. Tampilkan semua postingan

Minggu, 07 Agustus 2022

Hukum Mengubur Ari-ari Bayi Menurut Islam

https://kumparan.com/kumparanmom/hukum-mengubur-ari-ari-bayi-menurut-islam-1xmG65jsg0a/4?ref=login
Hukum Mengubur Ari-ari Bayi Menurut Islam
Selama di dalam kandungan, bayi mendapatkan sumber makanan dan oksigen dari plasenta yang terhubung dengan tali pusatnya. Plasenta atau dalam bahasa Jawa disebut ari-ari, akan dipotong dari tali pusat begitu bayi sudah dilahirkan.
Sebagian masyarakat meyakini ari-ari adalah saudara bayi yang akan menemaninya seumur hidup, sehingga dianggap sakral. Karena itu mereka melakukan ritual khusus dalam mengubur ari-ari. 
Apa gunanya Ari-ari Bayi ? ini yang perlu di pahami Ibu Hamil.

Di Jawa misalnya, banyak orang tua yang mengubur ari-ari bayinya dengan diberi penerangan selama 35 hari. Kemudian di sekeliling kuburan ari-ari itu diberi pagar bambu. Mereka meyakini hal itu bisa memberikan jalan terang bagi ari-ari dan bayi.
Lantas, bagaimana praktik mengubur ari-ari dalam pandangan Islam?


Ilustrasi ibu dan bayi baru lahir. Foto: Shutter Stock

Menurut konselor anak, remaja dan pernikahan Ustaz Bendri Jaisyurrahman, mengubur ari-ari dengan tujuan kebersihan dan kesehatan lingkungan, tentu boleh dan baik dilakukan.

“Mengubur ari-ari jika ada keyakinannya (menggunakan ritual) itu haram. Tapi jika menguburkan karena ada pertimbangan kebersihan dan kesehatan boleh karena memang tidak pantas jika ari-ari itu tidak dikubur berpeluang dimakan oleh kucing atau hewan-hewan lain. Jadi dikubur bukan karena keyakinan tapi karena kepantasan atau kesehatan," kata ustaz yang juga aktivis gerakan Sahabat Ayah ini.

Ilustrasi: Ari-ari bayi sudah dipotong dari tali pusat. Foto: Shutterstock

Bendri menyebut, praktik mengubur ari-ari dengan tujuan lain dan menggunakan ritual-ritual yang tidak ada dalam Islam termasuk tathayyur. Tathayyur adalah meyakini suatu tindakan atau kejadian dapat membawa keberuntungan atau sial, bukan karena takdir Allah SWT.
“Iya (mengubur ari-ari) itu termasuk tathayyur yang merupakan perbuatan syirik dan membuat setan terundang untuk mendampingi keluarga tersebut dan membuat ari-ari anak kita mendapatkan hal yang buruk,” urai Bendri saat dihubungi beberapa waktu lalu.
Ia menegaskan, praktik mengubur ari-ari tidak ada dalam syariat Islam dan tradisi itu tidak perlu dilanjutkan oleh umat muslim.
“Keyakinan-keyakinan di luar Islam tidak perlu diajarkan dan tidak perlu dilakukan. Sebab dapat mempengaruhi pengasuhan kita kepada anak,” tutupnya.
Disalin dari Sumber ; Kumparan.com 
Penulis Salinan; Rachmat/M.Flimban

Jumat, 30 Desember 2016

Hukum Islam Adalah The Living Law

Hukum Islam Adalah The Living Law, Ini Pandangan Prof Yusril Terkait Fatwa MUI Soal Atribut Natal
Hukum Islam adalah the living law atau hukum yang hidup dalam masyarakat, bukan ius constitutum dan bukan pula ius constituendum. Hukum positif adalah hukum yang diformulasikan oleh institusi negara dan tegas kapan dinyatakan berlaku dan kapan tidak berlaku lagi.
The living law tidak diformulasikan oleh negara, tetapi hukum itu hidup dalam alam pikiran dan kesadaran hukum masyarakat. Ia berpengaruh dalam kehidupan masyarakat dan kadang-kadang daya pengaruhnya bahkan mengalahkan hukum positif yang diformulasikan oleh negara.
Hukum yang hidup itu bersifat dinamis sejalan dengan perkembangan masyarakat. Salah satu instrumen yang membuatnya tetap dinamis adalah antara lain melalui fatwa yang dikeluarkan oleh mufti atau institusi lain yang dianggap mempunyai otoritas dalam masyarakat. Fatwa umumnya dikeluarkan untuk menjawab kebutuhan hukum masyarakat yang merasa ada ketidakjelasan terhadap sesuatu yang ada dan berkembang dalam dan dilihat dari sudut hukum Islam, supaya ada kepastian hukum.
Lalu, apakah dan bagaimanakah sebaiknya negara bersikap terhadap hukum yang hidup itu? Jika negara itu bersifat demokratis, maka akan memformulasikan hukum dengan mengangkat kesadaran hukum masyarakat menjadi hukum positif sesuai kebutuhan hukum masyarakat. Namun seandainya itu tidak atau belum dilakukan, maka negara harus menghormati hukum yang hidup yang antara lain tercermin dalam fatwa-fatwa yang otoritatif tersebut dan memfasilitasinya agar hukum yang hidup itu dapat terlaksana dengan baik dalam kehidupan masyarakat.
Saya berpendapat inilah yang harusnya menjadi sikap negara di negara kita yang berdasarkan Pancasila ini. Negara tidak bersifat sekular dan indeferent terhadap hukum agama, melainkan menghormati dan memberikan tempat yang selayaknya dalam kehidupan masyarakat.
Jika hukum yang hidup itu berkaitan langsung dengan tata peribadatan (khassah) maka negara tidak dapat mengintervensinya, melainkan menghormati dan memfasilitasi pelaksanaannya dengan memperhatikan kemajemukan masyarakat.
Terhadap fatwa melarang orang Islam untuk menggunakan atribut yang dianggap sebagai “atribut natal” dan menghimbau kepada pengusaha non-Muslim agar tidak memaksakan mengenakan atribut natal tersebut, saya menganggap hal itu adalah wajar dan sesuai dengan fungsi Majelis Ulama yang antara lain berkewajiban untuk mengeluarkan fatwa terhadap sesuatu yang meragukan dan diperlukan adanya kepastian hukum dilihat dari sudut hukum Islam sebagai the living law.
Menyikapi fatwa yang demikian itu, adalah bijak jika negara yang berdasarkan Pancasila ini menghimbau agar setiap orang menghormati fatwa tersebut dan mengajak pengusaha non-Muslim secara persuasif agar menghormati fatwa Majelis Ulama itu demi menghargai keyakinan keagamaan orang yang memeluk Islam.
Bahwa menjelang Hari Natal tiap toko, supermarket dan shopping mall telah cukup banyak memasang ornamen Natal, termasuk memutar kaset lagu-lagu natal, menurut hemat saya, hal itu sudah lebih dari cukup untuk menyemarakkan Natal bagi umat Kristen. Umat Islam tidak pernah mempersoalkan hal itu.
Jadi kalau mewajibkan pekerja toko menggunakan atribut Natal, padahal mereka bukan beragama Kristen, saya menganggap hal itu sebagai sesuatu yang berlebihan. Kita harus menghormati keyakinan agama masing-masing dan tidak perlu membuat hal-hal yang dapat berakibat kurang enak di hati penganut agama yang lain.
Karena itu, saya berpendapat bahwa Fatwa MUI itu adalah sewajarnya, patut dihormati oleh semua pihak dan tidak perlu pula ditafsirkan secara berlebihan sehingga menimbulkan ketidakenakan pula bagi pihak-pihak di luar umat Islam.
Demikian pandangan saya.
Prof Dr Yusril Ihza Mahendra, SH, M.Sc
http://muslimina.blogspot.co.id/2016/12/hukum-islam-adalah-living-law-ini.html

Cek Status NIK e-KTP Anda Online Klik

Sumber Artikel :

Saran tentang untuk meningkatkan halaman ini. Silakan Kirim Komentar pada Kolom Komentar dibawah ini.
Kunjungi Juga; Mushola Nurul Iman

Translate

Pengunjung

Flag Counter
 
Support : Blog author | Rachmat.M,MA | Duta Asri Palem 3
Copyright © 2013. Perum Duta Asri Palem3 - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger